Minggu, 02 April 2017

Etika Bisnis

Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis


Hasil gambar untuk korupsi e ktp drawing
(pic search from google)

Program KTP-el yang diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dimulai sejak tahun 2009, secara resmi diluncurkan pada bulan Februari 2011 yang pelaksanannya dibagi dalam dua tahap. Pelaksanaan tahap  pertama  dimulai  pada  tahun 2011 dan  berakhir  pada  30  April 2012 yang mencakup 67 juta  penduduk  di 2348  kecamatan  dan 197 kabupaten/kota. Sedangkan tahap kedua mencakup 105 juta penduduk yang tersebar di 300 kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Secara  keseluruhan  pada  akhir 2012 ditargetkan setidaknya 172 juta penduduk sudah memiliki KTP-el dan dari awal sampai akhir tahun 2013 perekaman data penduduk tetap berlanjut sampai seluruh penduduk Indonesia wajib KTP terekam data pribadinya.

Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menetapkan seorang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik. Tersangka baru itu berinisial AA dari pihak swasta. Dengan penetapan ini, ada tiga tersangka dalam kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun itu.“Setelah ditetapkan dua orang sebagai tersangka ddan mengajukan dua orang tersebut sebagai terdakwa, KPK temukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang tersangka yaitu AA, (dari) kalangan swasta,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, saat menyampaikan keterangan, di Gedung KPK.

Dua tersangka lain yang kini berstatus terdakwa yaitu Irman dan Sugiharto. Sementara, Sugiharto merupakan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.  Saat proyek itu, Irman juga menjabat sebagai kuasa pengguna anggaran, sementara Sugiharto sebagai pejabat pembuat komitmen. Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo pernah menyampaikan perhitungan kerugian keuangan negara dalam proyek itu mencapai Rp 2 triliun. Perhitungan itu berdasarkan perhitungan BPKP dari total nilai anggaran proyek sebesar Rp 6 triliun.

Menurut Alex, AA diduga berperan aktif dalam proses pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP. Dalam proses penganggaran, AA diduga melakukan sejumlah pertemuan dengan terdakwa, anggota DPR, dan pejabat di lingkungan Kemendagri untuk membahas proyek tersebut. “Yang bersangkutan terkait dengan aliran dana pada sejumlah pihak pada unsur Banggar dan pejabat Kemendagri,” kata dia.

Sementara itu, dalam proses pengadaan, AA diduga kerap berhubungan dengan para terdakwa dan sejumlah pejabat lain di Kemendagri, serta mengkoordinir Tim Fatmawati untuk kepentingan pemenangan tender. “Kemudian pada aliran dana pada sejumlah panitia pengadaan,” ujar Alex.


Analisis

Egoisme : tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan sendiri.
Utilitarianisme : Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu-dua orang melainkan masyarakat secara keseluruhan.
Deontologi : tindakan manusia didasari oleh suatu kewajiban yang harus dikerjakan.
Teori Hak : tindakan manusia dianggap baik apabila memenuhi hak asasi manusia
Teori Teonomi : tindakan manusia harus berdasar norma agama.

Dalam kasus ini para tersangka telah melanggar teori etika Utilitarianisme karena melakukan tindakan korupsi dan tidak memperhatikan nasib masyarakat, hal itu dibuktikan dengan adanya  Penyimpangan pengadaan e-KTP dimulai dari anggaran, lelang, hingga pengadaan e-KTP, dan juga melanggar teori etika Egoisme dimana dalam perkara ini, Irman didakwa memperkaya diri sebesar Rp 2.371.250.000, USD 877.700, dan SGD 6.000. Sedangkan Sugiharto memperkaya diri sejumlah USD 3.473.830, untuk kepentingan mereka masing-masing.


Kesimpulan

Dari kasus ini dapat dinyatakan bahwa Sugiharto, Irman dan AA telah melakukan tindakan korupsi, yang menyebabkan kerugian terhadap masyarakat maupun negara. Tindakan para koruptor ini telah dikenakan UUD dengan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.


Referensi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar